Organisasi Ini Akhirnya Menyatakan Pewarna Makanan Berbahaya Bagi Anak Anak -->

Header Menu


Iklan Semua Halaman

Organisasi Ini Akhirnya Menyatakan Pewarna Makanan Berbahaya Bagi Anak Anak

Dunia Gadgets
Wednesday, 3 October 2018

Sebelum membelikan anak anak makanan atau kue yang berwarna warni, ada baiknya para orang tua membaca dulu tulisan saya ini. Mengapa? Karena ada penelitian terbaru yang membeberkan dampak pewarna makanan bagi kesehatan anak anak.
Setelah sekian tahun mengadakan penelitian untuk mencari hubungan antara pewarna makanan dengan dampak kesehatan pada anak, American Academy of Pediatrics akhirnya mengakui bahwa pewarna makanan memiliki dampak yang buruk terhadap kesehatan anak anak. Padahal selama ini banyak yang menganggap pewarna makanan tidak berbahaya bagi anak anak.
Pada penelitian terbaru yang dipublikasikan dalam jurnal Pediatrics, AAP menjadikan dampak pewarna makanan sebagai salah satu isu utama. Disebutkan, pewarna makanan berhubungan dengan berbagai masalah kesehatan pada anak, diantaranya gangguan perhatian, masalah memori dan bahkan kanker.
Karena penelitian ini dilakukan di Amerika Serikat maka pewarna makanan yang diteliti adalah pewarna makanan yang beredar secara resmi di negara itu. Ada beberapa jenis pewarna makanan yang secara resmi beredar di Amerika Serikat, diantaranya Blue 1, Blue 2, Green 3, Yellow 5, Yellow 6, Red 3, Red 40, Citrus Red 2 dan Orange B. Penggunaan pewarna makanan ini meningkat drastis (500%) dalam rentang tahun 1950 sampai 2012. Pewarna makanan ini kebanyakan digunakan untuk mewarnai kue dan permen, terutama yang dipasarkan untuk anak anak.
Pewarna makanan Blue 1 memiliki kemampuan menembus sawar darah otak (lapisan pelindung otak dari bahan kimia berbahaya). Di otak, pewarna makanan Blue 1 dapat menyebabkan reaksi inflamasi dan bisa berfungsi sebagai eksitoksins yang secara teori dapat menyebabkan kematian sel sel otak. Masih dibutuhkan penelitian lanjutan untuk memastikan mekanisme kematian sel sel otak yang disebabkan oleh pewarna makanan Blue 1.
Sebelum adanya publikasi AAP tentang bahaya pewarna makanan, penelitian sebelumnya yang dipublikasikan dalam jurnal Prescrire International telah menyimpulkan hubungan antara pewarna makanan dengan risiko hiperaktivitas pada anak. Pewarna makanan juga dihubungkan dengan kasus ADHD dan gangguan tumbuh kembang pada anak anak.
Penelitian lain yang dipublikasikan 24 tahun yang lalu dalam Annals of Allergy menyebutkan, pewarna makanan memiliki hubungan langsung dengan gangguan perhatian dan hiperaktivitas (ADHD) pada anak anak. Sebagaimana diketahui, sekitar 6,4 juta anak anak yang berusia 4 sampai 17 tahun di Amerika Serikat sedang menjalani terapi untuk mengatasi ADHD. Angka kejadian ADHD sendiri meningkat 42% dalam kurun waktu 2003 sampai dengan 2011.
Gangguan perhatian dan hiperaktivitas (ADHD) ditandai dengan kesulitan berkonsentrasi atau fokus, kesulitan berdiam diri dalam waktu lama, sulit diatur dan sering melupakan tugas. ADHD kerap disertai dengan masalah kesehatan yang lain seperti gangguan belajar, ngompol, perilaku anti sosial, penyalahgunaan zat terlarang, dan lain lain.
Sayangnya pewarna makanan yang diteliti dan diketahui hanya sedikit dari zat kimia yang masuk ke dalam tubuh anak. AAP memperkirakan ada sekitar 93% zat kimia yang tidak diketahui jenisnya masuk ke dalam tubuh anak dengan berbagai dampak kesehatan yang bisa terjadi. Disini dibutuhkan peranan pemerintah sebagai regulator untuk membatasi peredaran zat kimia berbahaya yang rentan masuk ke dalam tubuh anak anak.
Bagaimana dengan di Indonesia?